Pemain
Real Madrid, Cristiano Ronaldo melakukan tendangan salto pada laga UEFA
Champions League antara Real Madrid vs Malmoe FF di Stadion Santiago
Bernabeu, Madrid,(08/12/2015). Madrid menang telak 8-0.
(EPA/Ballesteros)
Liputan6.com, Jakarta - Inikah saatnya melikuidasi Liga Champions? Menggantikannya dengan sebuah turnamen yang lebih bergengsi, lebih mewah dan diikuti klub-klub elite di Eropa?
Kubu Bayern Muenchen, tampaknya berpikir demikian. Karl-Heinz Rummenigge, chief executive
klub asal Jerman itu menyebut, pihaknya bermimpi di masa depan, akan
ada sebuah turnamen yang lebih besar di luar Liga Champions. Bisa saja
namanya Liga Super Eropa (European Super League).
Jumlahnya, kata Rummenigge tak kurang dari 20 tim. Klub pesertanya
terdiri dari negara-negara Eropa yang punya tradisi kuat, seperti
Jerman,Italia, Inggris, Spanyol, dan Prancis.
"Ide ini sebenarnya sudah lama," ujar Rummenigge, mantan gelandang
hebat Muenchen dan Jerman itu. "Saya melihat klub-klub besar dari lima
liga top Eropa, semakin kuat dari hari ke hari."
Klub-klub
tersebut, kata Rummenigge, sudah tak pantas lagi bersaing dengan
klub-klub kecil dari liga-liga "antah berantah" di Eropa seperti dari
Lithuania, Malta, ataupun Siprus, seperti masih terjadi di Liga
Champions. "Liga super ini berada di luar Liga Champions," Rummenigge,
yang juga ketua Asosiasi Klub Eropa (ECA) menjelaskan. "Bisa saja tetap
diselenggarakan oleh UEFA atau lembaga lain secara terpisah."
Masalah Keuangan
Ide Rummenigge ini mendapat dukungan penuh dari kubu Juventus.
Namun, klub elite Italia itu lebih melihat masalah keuangan sebagai
dasar ketertarikan mereka ikut membidani liga super yang melibatkan
klub-klub besar Eropa.
Menurut Presiden Juventus, Andrea Agnelli,
dengan membuat liga super yang berada di luar Liga Champions, klub-klub
elite Eropa berkesempatan meraup penghasilan lebih banyak. Jauh dari
apa yang selama ini mereka terima dari partisipasi di Liga Champions.
Agnelli terus terang menyebut iri melihat penghasilan klub-klub
american footbal (NFL). "Hak siar televisi Liga Champions saat ini
bernilai 1,5 miliar euro. Bandingkan dengan hak siar Super Bowl (liga
NFL) yang mencapai 7 miliar euro," kata Agnelli.
Padahal,
berdasarkan riset, kata Agnelli, jumlah penggemar sepak bola jauh lebih
banyak dibanding NFL. Jumlah penggemar sepak bola di seluruh dunia
mencapai 1,6 miliar. Sedangkan NFL hanya sekitar 150 juta.
Selain
itu, keterikatan klub-klub dengan UEFA juga membuat mereka tak bisa
berbuat banyak. "Saat ini, UEFA-lah yang jadi broker hak siar Liga
Champions. Kami tak bisa berbuat apa-apa," kata Agnelli.
Ide Lama
Seperti disebutkan Rummenigge, ide untuk "keluar" dari Liga Champions
sebenarnya memang sudah lama mengemuka. Bahkan, ketika itu klub-klub
Eropa sempat mendirikan G14 Group untuk merintisnya. Namun, ide ini
hanya jalan di tempat. G14 bahkan kemudian dibubarkan dan digantikan ECA
dengan ikut campur tangan UEFA.
Tapi, pada 2009 lalu, bebera klub elite Eropa sempat juga menggelar diskusi tentang "turnamen baru" ini. Presiden Real Madrid, Florentino Perez, ketika itu menyebut, mereka harus segera mencari format turnamen baru untuk keluar dari Liga Champions.
Sementara pelatih Arsenal, Arsene Wenger, juga pernah menekankan pentingnya mereka keluar dari Liga Champions. Alasan Wenger juga soal uang.
Saat
ini, kata Wenger, pendapatan klub-klub dari ajang Eropa dikuasai UEFA.
Mereka lalu mendistribusikannya ke klub-klub. Hal ini tentu berbeda jika
klub-klub sendiri yang mengatur pendapatan mereka dari ajang Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar